Rabu, 27 April 2011

suka?sayang? Gue maunya cinta! *cerpen alvia*

"Gue suka lo!"
"Gue suka lo!"
"Gue suka lo!" Ah itu lagi itu lagi
yang diucapin gadis-gadis ke gue.
Kenalin, gue Alvin, terkenal
sebagai preman sekolah. Banyak yang takut sama gue banyak
juga yang kepincut sama gue.
Pasti mereka cuma liat tampang
gue aja dan gue nggak suka itu.
Kebanyakan yang nembak gue
ialah cewek-cewek sok gaul yang cuma butuh gandengan keren
buat diajak jalan, emang gue tas
cewek! Gue nggak suka ucapan
'suka', mungkin gue lebih
ngehargain kalau mereka bilang
'sayang'. Tapi yang benar-benar gue tunggu dan gue harapkan
adalah kata 'cinta'….
                                          ***
"Aku cinta kamu!"Gue
terperangah, dan kenapa kata
yang gue tunggu itu datang dari
seorang gadis cupu yang
dianggap freak di sekolah?
Biasanya cewek-cewek model begini takut, bahkan mungkin
benci dengan cowok tampang
preman kayak gue. Mana mungkin
nyambung, tampilan gue aja udah
sangar. Gue bingung, kok bisa-
bisanya dia 'cinta' sama gue, bahkan sekarang berani tatap
mata gue dalam, cewek model dia
biasanya ciut. "Kenapa lo 'cinta' sama gue?"
Gue keluarkan pertanyaan
jebakan. Biasanya para cewek
yang nembak gue akan langsung
terbuka kedoknya dengan

memuji-muji luar dan dalam gue. Terbukti mereka cuma lihat
kelebihan gue. Yang gue harapin
bukan pujian, tapi definisi dari
cinta itu sendiri. "Aku nggak tahu kenapa aku
jatuh cinta sama kamu! Walaupun
aku berkali-kali nyangkal rasa ini,
tapi aku malah semakin sadar dan
rasa ini semakin besar. Yang aku
tahu, kamu memang orang yang tepat buat aku cintai!" Gue
mengamati sosok gadis cupu itu.
Dengan seragam dimasukkan, rok
dibawah lutut dan rambut yang
terus menerus dijepit asal.
Kacamata juga tidak pernah lepas dari matanya, dan menurutku
hal-hal itulah yang bisa
mengurangi kecantikan wanita. Tapi jawabannya itu, itu benar
definisi cinta yang gue cari.
Kenapa malah dia yang bisa
mengerti definisi cinta yang gue
tunggu. Bukan pujian, bukan
kelebihan, tapi kejujuran tentang perasaan yang memang diluar
kuasa kita. Itu cinta, itu benar
rasa cinta, bukan sekedar kata
suka…… Terbawa penasaran, gue setujui
ajakan dia buat jadian sama gue,
walaupun sebenarnya gue nggak
punya perasaan yang sama. Sama
teman-teman, buat ngejaga
gengsi tentu gue bilang gue cuma cari sensasi jadian sama cewek
kayak begitu.
                                       ***
Berita jadiannya gue dengan Sivia
cukup heboh tersebar di sekolah.
Gue cuek aja, banyak yang
berpendapat gue pingin
meningkatkan reputasi dengan
mencari sensasi. Gue cukup kaget waktu pertama kali ngapelin Sivia,
cewek gue. Dia nggak secupu
yang gue kira! Nggak !Dia sama sekali nggak
cupu!Ternyata penampilan cupu
itu cuma di sekolah aja, di luar dia
berdandan selayaknya gadis
biasa, manis malah. Kecuali
kacamatanya, semua dandanannya waktu mau keluar
bareng gue membuat gue
pangling. Rambutnya ternyata
panjang lurus, selama ini nggak
kelihatan karena terus dijepit.
Dan model seragam yang mengganggu pemandangan itu
sudah diganti dengan gaun pink
cantik. Sivia akan lebih manis kalau aja
dia mau melepaskan
kacamatanya. Sayangnya ia
nggak pernah mau, katanya
nggak bisa melihat jelas. Sayang
sekali dia nggak pakai softlens aja.Gue merasa cukup beruntung
jadian sama Sivia. Walaupun
tampilannya biasa dan cenderung
cupu di sekolah, gue nggak harus
ribet seperti teman gue yang lain. Sivia bukan gadis manja yang
suka minta anter jemput kesana-
kesini. Dia juga pengertian sama
gue, dia bukan tipe cewek yang
suka melorotin cowoknya. Dia
selalu berusaha membuat gue nyaman kalau bersamanya. Dan
gue mulai salut sama usaha dia.
Gue akui, gue udah sayang sama
dia, karena gue nggak ragu lagi,
dia cinta dan sayang banget
sama gue.
                               ***
Belakangan ini gue heran, Sivia
sering kelihatan kusut setiap mau
gue antar pulang sekolah.
Alasannya sih nabrak orang,
minumannya muncrat, kuahnya
muncrat, jatuh makanya ada noda tanah. Tapi gue curiga, itu
cuma alasan buatan. Gak
mungkinlah bisa sesering itu.Diam-
diam gue mata-matain dia di
sekolah, gue pesan ke teman
terdekat dia buat lapor gue kalau ada sesuatu yang aneh.
Kata temannya, kayaknya Sivia
digencet sama genk cewek-cewek
yang patah hati sama gue. Gue
langsung emosi, tapi gue ingin
menangkap basah mereka.
                                  ***
Hari itu pun tiba. Setiap istirahat
kami memang pisah. Dia sama
temannya, gue sama temen gue,
kami nggak mau jadi pasangan
yang saling ketergantungan. Gue
tahu dia cewek yang mandiri dan punya dunianya sendiri, gue
hargai kebutuhannya itu seperti
juga dia menghargai waktu gue
bersama sahabat-sabahat cowok
gue. Istirahat itu gue mergokin
Dea cs mendekati dia.Ini dia yang gue tunggu! Gue kuntitin mereka sampai ke
taman belakang sekolah yang
sepi, tapi gue tetap dalam
persembunyian. Dea mulai beraksi.
"Eh elo tuh ya, udah kita bilangin
masih ngeyel juga! Alvin tuh nggak beneran suka sama lo
cewek kampung , dia cuma cari
sensasi! Ngaca dong!" Dea
berteriak kasar sambil
mendorong Sivia sampai jatuh
terduduk. Gue emang preman, tapi gue
nggak suka tingkah pengecut
kayak gitu. Itu cuma akan dilakuin
sama pecundang yang nggak bisa
terima kekalahan, nggak sportif.
Gini-gini gue juga hargai sportifitas. "Terus apa urusan kalian!" balas
Sivia Hebat, gue nggak nyangka
Sivia berani menjawab walau
tidak beranjak dari duduknya. "Lo tuh bolot , ato pura2 bolot
sih! Ya lo putusin dia dong! Kita ini
terganggu sama kehadiran lu!
Dasar cewek kampung nggak
tahu diri!" Dea menyiram kepala
Sivia dengan coca-cola. Sivia nggak bisa melawan karena
ditahan seabrek-abrek
pasukannya. Gue udah nggak
tahan pingin nunjukin diri kalau
aja gue nggak dengar ucapan
pacar gue. Tapi ….. ada yg membuat langkah gue terhenti.... "Nggak masalah dia manfaatin
gue! Bisa bermanfaat buat dia aja
gue udah bersyukur! Daripada
ada cewek-cewek lain yang jadian
sama dia buat manfaatin dia!
Lebih baik gue yang dimanfaatin!" Ucapan Sivia itu semakin
membakar emosi rivalnya. "Eh elo nyindir kita? Berani lu
ngatain kita!" Mereka makin
beringas. "STOP! Apa-apaan sih ini! Kalian
ngapain cewek gue hah?"Aku
akhirnya keluar dari
persembunyian. "Beruntung gue nggak terima lo
semua, kalian semua norak tau
nggak! Pengecut!" Kataku sadis
sambil merangkul Sivia. Jujur gue
kaget dengan ucapannya tadi. Dia
nggak keberatan gue manfaatin, jujur awalnya gue emang nggak
serius mau jadian sama dia.
Sekarang gue sadar …. gue beruntung banget temuin cewek
kayak dia dan … jadi pacarnya. "Lo sendiri apaan Vin? Muna! Lu
cuma cari sensasi doang kan
jadian sama dia,lo tegasin dong
sama dia biar dia nggak GR!" Dea
malah membentakku. Mata Sivia
berkaca-kaca, aku sadar dia sudah hampir menangis. "Jaga bacot lo! Nggak ada
urusannya juga sama ! Lagian
kata siapa gue cuma cari sensasi
hah?" Dea memutar bola
matanya, "Hallah, Cakka sendiri yang bilang
sama gue! Lu nggak mungkin
bohong sama sohib lo itu kan!"
Sial, itu kelemahan sohib-sohib
gue, mereka nggak bisa jaga
rahasia. Itu kan cuma buat jaga gengsi gue, sekarang gengsi itu
sudah nggak penting. "Kalo gue emang bohong, lu mau
apa? Kalo gue beneran suka
sama Sivia lu mau apa?" Gue maju
menantangnya. Lalu gue
mengacungkan telunjuk di depan
hidungnya dengan wajah semarah mungkin. "Jangan pernah lagi lo ikut
campur urusan gue, apalagi
sakitin pacar gue kayak gini!
Sekali gue tau lu giniin cewek
gue, gue pastiin nggak bakal ada
lagi yang mau jadi pacar lo! Biar lu jadi perawan tua!" Gue menatapi
tajam gadis-gadis lain yang
bersekongkol dengannya. "Itu juga berlaku buat kalian!
Sekarang bubar, atau gue laporin
kalian ke kepala sekolah!" Ancam
gue. Mereka ciut dan bubar.Gue
beralih menatap Sivia yang masih
shock, matanya masih berkaca- kaca. "Kamu kenapa nggak lapor hal ini
sama aku? Kamu nggak anggap
aku sebagai cowok kamu?" Tanya
gue kesal padanya. Gue nggak
suka dia berkorban memendam ini
sendiri. "Aku pikir selama aku masih bisa
ngatasin sendiri, aku nggak
maungerepotin kamu! Lagipula
aku takut...kamu akan putusin
aku kalau tahu tentang ini!" Sivia
berkata dengan suara bergetar.Gue terharu dengan
kenyataan ini. Ternyata selama ini
Sivia sengaja pendam sendiri
karena nggak ingin gue repot, dia
bahkan nggak masalah kalaupun
gue benar-benar cuma memanfaatkan dia. "Ya nggak lah! Kamu boleh cerita
apapun ke aku, cerita kesulitan
kamu, apa aja deh, itu kalo kamu
anggap aku sebagai cowok kamu!" "Selama ini aku udah banyak
ngerepotin kamu, aku nggak
enak Vin! Aku juga tahu
sebenarnya aku nggak pantas
jadi pacar kamu, bisa jadian sama
kamu aja aku udah bersyukur! Walaupun misalnya yang mereka
bilang itu benar …. aku ikhlas! yang penting selama kamu masih
butuh aku, aku akan tetap ada
bersama kamu..." Sivia terus
berceloteh, membuat gue
spontan memeluknya. "Kamu ngomong apa sih? Kamu
percaya sama omongan mereka
itu?" Gue sedih mendengar
perkataannya. Ternyata Sivia
menganggap selama ini gue nggak
benar-benar cinta padanya. Oke, awalnya memang iya, ternyata ia
sadar, tapi...apa harus gue
jelaskan? Gue menghela nafas. "Aku suka, cinta, sayang sama
kamu Via! Seperti apapun kamu!
Awalnya aku emang cuma
penasaran dengan keunikan
kamu, tapi lama-lama... aku juga
nggak bisa nyangkal perasaan ini Vi!" Ungkap gue jujur.Gue
melepaskan pelukan dan menatap
matanya dalam, "Aku serius udah jatuh cinta sama
kamu! Sekarang tolong jangan
berlagak kayak orang lain lagi
denganku! Aku ini cowok kamu
dan selalu anggap kamu sebagai
cewek aku! Kalau ada kejadian kayak gini kamu harus cerita,
tentu aja aku nggak akan
ngerasa direpotin, aku justru
bakal merasa dihargai!"Sivia
akhirnya menumpahkan air mata
yang selama ini betah menggenangi bola matanya. "Aku kira selama ini kamu...kamu … kamu beneran nggak suka sama
aku! Kamu..."Ia seperti tidak
menyangka.Gue nggak menyangka
dia menyadari niat awal gue.
Bahkan selama ini walau dia
menganggap gue nggak serius menyukainya, dia tetap berbaik
hati sama gue. Dia bahkan ikhlas
kalaupun benar-benar gue
manfaatin.
                              ***
"Kamu kenapa nembak aku kalau
yakin aku nggak cinta sama
kamu?" Tanya gue suatu hari
waktu kami makan berdua di
kafe. "Aku cuma pingin jadi sebuah
nama yang tercatat di hidup
kamu, di kenangan, dan dihatimu.
Walaupun … misalnya menurut kamu aku nggak berharga,
setidaknya aku pernah mengisi
dan bermanfaat di hidup kamu!"
Begitu alasannya. Sivia, apa sih
yang ada di pikirannya. Gue heran
ada aja cewek kayak gini. "Tapi … aku seneng banget ternyata kamu sekarang suka
beneran sama aku!" ucap Sivia "Aku suka brownies, suka sama
warna biru, suka sama film horor,
suka usil!"Gue mencoba
menyadarkannya arti 'suka'. "Oke, sayang!" Ralatnya. "Aku sayang sama piaraanku, si
Pussy, aku sayang sama adikku,
aku sayang sama adik sepupuku,
aku sayang sama anak
tetanggaku!" Gue kesal dia belum
menjumpai kata yang tepat. "Iya iya! Cinta!" Sivia akhirnya
sadar. "Nah gitu dong!" Gue tersenyum
mencomot pangsit udangnya. Dia
menepuk tangan usil gue. "Ngomong-ngomong, thanks ya
softlensnya!" Sivia tersenyum
senang, menunjukkan kotak yang
gue belikan untuknya.
“Ya, jangan lupa dipake ya.. Kan kalo pake itu kamu makin keliatan
cantiknya .. “ kata gue sambil mengedipkan mata dan
memberikan senyum termanis “Iyaa.. cintaaaaa ! Jawab Sivia sambil tersenyum senang.

                                                  -THE END-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar